Peunayong |
Ke Kandang Babi, kalimat ini masih lazim digunakan oleh orang tua yang sempat merasakan masa kanak-kanak jelang kemerdekaan Indonesia, untuk merujuk bila mereka hendak pergi ke wilayah Setui, Banda Aceh. Setidaknya itu masih terdengar sampai saya masuk SMA tahun 1994.
Dulu tempat itu belum menjadi kota seperti sekarang, hanya hutan yang banyak ditumbuhi pisang. Disitu terdapat perkampungan kumuh orang cina. Masih menurut cerita kakek, perkampungan kumuh itu seluruh warganya berternak babi. Peternakan babi itu yang menjadi asal nama Kandang Babi untuk daerah itu. Sampai dengan awal tahun 80’an peternakan babi ini masih ada, namun sudah bergeser lokasinya, karena saat itu wilayah hutan pisang itu sudah menjadi perkotaan. Semakin berkembangnya kawasan yang sekarang disebut dengan Goheng, akhirnya membuat peternakan babi itu pindah lagi, kali ini jauh di luar kota, sekitar 10 Km dari kota, ke wilayah Ujong Batee. Saya tidak tahu apakah selepas tsunami, peternakan babi ini masih ada atau tidak.
Source :rosnidasari-simahbengi.blogspot |
Keturunan Hindustan, yang sebahagian besar berasal dari Tamil itu menetap di dua tempat. Satu masih dikenal hingga sekarang, yaitu Peulanggahan, pernah dikenal juga dengan Kampung Keudah. Selain karena masih ada keturunan mereka yang tinggal disitu, juga karena terdapat kuil hindu, yang masih ada sampai sekarang, Kuil Palani Andawer.
Sedangkan tempat lainnya sekarang sudah tak lagi tersisa bekas-bekasnya. Kampung Keling. Terdiri dari sebaris kedai kayu berlantai dua, yang semuanya menjalankan usaha laundry, mencuci dan menyetrika pakaian. Istilah yang dulu digunakan adalah dobi. Bahasa indonesianya binatu. Sekarang barisan kedai kayu itu sudah lama hilang. Tempatnya kini ditempati deretan bangunan beton, Taman Budaya.
Ada juga tempat makan yang cukup terkenal, berada ditepi wilayah Peunayong, China Town-nya Banda Aceh. Rex nama tempat itu. Sebelum dipugar seperti saat ini, Rex hanya seperti bekas taman dengan pagar besi yang mengelilinginya. Rendah saja, tak sampai selutut orang dewasa. 'Lantai'nya adalah hamparan kulit kerang. Maklumlah, Rex ini terkenal sebagai tempat makan kerang rebus, walaupun disitu juga ada dijual berbagai makanan lainnya.
Dari mana nama Rex itu?
Kakek saya mengatakan dulunya Rex adalah bioskop. Sebelum perang katanya. Ada dua bioskop di Banda Aceh saat itu. Rex bioskop dan Deli bioskop. Rex sekarang sudah tak bersisa lagi bangunan bioskopnya, sedangkan Deli bioskop berganti nama menjadi Garuda bioskop/Garuda Theatre, yang letaknya diantara Mesjid Raya Baiturrahman dan Lapangan Blang Padang.
Satu lagi cerita menarik yang sempat saya peroleh adalah soal ‘Gudang Preman’
Saat itu batas kota Banda Aceh masih belum seperti sekarang. Salah satu batas kota adalah daerah Jambo Tape. Tak jauh dari tempat ‘putusnya’ jalan utama, terdapat beberapa deretan gudang kayu. Tempatnya saat itu memang menyeramkan, terlebih dengan reputasi wilayah itu,yang sering dijadikan tempat duel bila ada hal-hal yang tak bisa diselesaikan dengan diskusi. Deretan gudang kayu itu dikenal dengan nama Gudang Preman.
Tapi ternyata bukan preman dalam artian penjahat. Preman disini adalah hasil keseleo lidah orang Aceh menyebut istilah Belanda, Vrijman. Para pekerja lepas, alias orang-orang bebas, yang berkumpul dan menetap di gudang itu agar mudah ditemukan oleh orang yang membutuhkan tenaga mereka.
Menyusuri kota Banda Aceh, masih ada beberapa bangunan dan tempat lain yang memiliki nilai sejarah dan cerita menarik menyertainya. Sebut saja, Bangunan Tangki Air dan Gedung Telekomunikasi yang dibangun tahun 1903 oleh Belanda, khusus untuk keperluan perang di Aceh.
Kedua bangunan ini memiliki bentuk yang unik, dan letaknya pun di pusat kota, tak jauh dari Mesjid Raya Baiturrahman, dan berdekatan dengan beberapa situs wisata seperti Taman Putroe Phang dan Gunongan yang terkenal itu.
Banda Aceh bukan hanya sekedar ngopi di Solong (Ulee Kareng), mie Razali, Museum Tsunami, Kerkhoff pemakaman Belanda terbesar kedua di dunia, atau sekadar pemberhentian sementara sebelum ke Sabang. Masih sangat banyak hal menarik lainnya.
Wah unik juga ya cerita kandang babi. Btw, kalau seandainya sekarang masih ada peternakan babi di Banda Aceh kira-kira jadi polemik gak ya? *kemudian berandai-andai*
ReplyDeleteDulu sebenarnya, Aceh itu 'keislamannya' lebih kental dibanding sekarang. Dan ga jadi masalah kandang babi itu. Hanya saja memang dianjurkan jauh dari pemukiman masyarakat, serta diawasi distribusinya.
DeleteTapi bisa jadi sekarang malah jadi masalah. hehehehe
masih ada kok di KM.15 kawasan Ujong Batee, lagian apa masalahnya? toh yg makan babi cuma golongan tertentu. tidak ada hubungannya dengan yg muslim.
DeleteRomansa Banda Aceh tempo dulu memang menarik dan unik, sekarang banyak yang sudah sirna dan hanya meninggalkan bekas 'in memorian' bagi sejumlah warga kota. Tulisan yang menarik :) *semoga juara
ReplyDeleteSalam
wah menarik ne tulisannya :) jgn lupa singgah kesini ya http://101jamalullail.blogspot.com/2014/04/rasakan-sensasi-kuliner-kota-banda-aceh.html
ReplyDeletesejarah di peunayoeng mank kelam. jgn lupa mampir ya : http://charmingaceh.blogspot.com/2014/04/jangan-ke-banda-aceh.html
ReplyDeleteBagus artikel nya, jangan lupa mampir kemari ya : http://bandaacehvisit.blogspot.com/2014/04/banda-aceh-icon-para-cendekia-aceh.html
ReplyDeleteBagus artikel nya, jangan lupa mampir kemari ya : http://bandaacehvisit.blogspot.com/2014/04/banda-aceh-icon-para-cendekia-aceh.html
ReplyDeletewah baru tau ada tempat-tempat keren seperti ini :D
ReplyDeletehampir gak jadi baca bang, kirain isinya bunuh-bunuhan... setelah melewati dua pargaraf, eh ternayata bukan bunuh-bunuhan tapi tembak tembakan. nice bang...
ReplyDeletemantap, mampir ketempat kami juga ya.?http://informasi-syarif.blogspot.com/2014/03/hutan-kota-icon-paru-paru-serambi-mekkah.html
ReplyDeleteWaaaah...baru tau tuh cerita kandang babi dan gudang preman. Kalo jaman dulu keknya beberapa kabupaten di Aceh memang ada peternakan babinya. :D
ReplyDeleteweisss,, Goheng disebut2 ne,, dulu saat ayah saya masih bujang pernah bekerja dan sampe sekarang masih ada rumah di kawasan ini, dulu ayah yang mengurus pakan untuk ternak babi tersebut, sampe akhir'a dipindah, lahan peternakan dibangun ruko2 dan gedung sekolah gt,, dan menurut cerita sepupu2 yang pernah tinggal dengan ortu saya, mereka pada bilang klo wilayah ini dicap "kawasan ga aman", ada tempat prostitusi, banyak orang mabuk2an,, kalo ada yang nanya saya tinggal dimana, saya pasti akan jawab klo saya tinggal di SGO, walo ujung2'a orang bakal sebut Goheng juga,,,
ReplyDeleteoia, sekedar info ne, Goheng itu termasuk dalam kawsan Lamteumen Timur, bukan Setui...
hehehe terima kasih utk koreksinya, karena secara umum orang menganggap semua wilayah itu dan sekitarnya, Setui.
DeleteMenarik sekali bang, 18 tahun saya tinggal di Setui baru sadar kalo dulunya ada kandang babi disitu. Btw, masih siaran bang?
ReplyDeleteGa lagi, Mi. Sekarang udah gantung mic hahahaha
DeleteKandang babi jg pernah melekat utm desa geuceu komplek. Jauh sebelum goheng jadi penerusnya bang. Tp sekarang yaa as you see lah. Nice bang. Finally you're back to the real world hahaha
ReplyDeleteMaksuuuud? Memangnya saya selama ini di dunia mana? T_T
Delete